Antara Kebenaran, Harga Diri dan Emosional Manusia

Desember 2003, terjalin kesepakatan damai antara pemuka masyarakat Nagari Saniangbaka dengan Muaro Pingai, setelah terjadinya sengketa “Panas” persoalan perbatasan Nagari Saniangbaka jo Muaro Pingai, yang ditandai dengan Pembakaran secara sepihak Perumahan Masyarakat Saniangbaka yang berdomisili di dekat perbatasan Muaro Pingai.

5 tahun sudah berlalu, berbagai upaya damai dilakukan, baik antar pemuka masyarakat di kedua nagari, maupun dengan muspida setempat, perlahan namun pasti kehidupan normal kembali berjalan dengan damai.

Setelah peristiwa Gempa Maret 2007, beberapa gapura batas nagari Saniangbaka mengalami keruntuhan, sebagai akibat dari gempa bumi, maka setelah melalui musyawarah nagari dan perantau disepakati akan membangun kembali Gapura yang runtuh di perbatasan nagari saniangbaka dan sumani, serta menambahka sebuah gapura lagi untuk perbatasan dengan nagari Muaropingai, karena keberdaan nagari Saniangbaka diapit oleh kenagarian Sumani jo Muaro Pingai.

Berdasarkan hasil musyawarah warga diperantauan, disepakati untuk pulang bersama dalam rangka tagak “Gapura” Batas Nagari, pada tanggal 20 April 2008, bertepatan dengan adanya hari libur nasional. Pada hari Rabu malam, telah dimusyawarahkan secara bersama-sama bahwa pagi Kamis, akan dimulai proses pemasanga pancang batas nagari yang akan didirikan menjadi Gapura, sebagai sambutan kepada setiap insan yang melewati nagari Saniangbaka.

Pagi Kamis, 1 Mei 2008, seluruh pemuda, pemuka masyarakat berangkat bersama-sama dengan membawa peralatan gotong royong, ke lokasi dua perbatasan nagari, dan tahap awal dilakukan di perbatasan nagari Muaro Pingai.. namun ternyata aktifitas pagi itu berubah menjadi bencana dan menjadikan “Saniangbaka” sebagai “Headlines” di beberapa surat kabar lokal dan nasional, serta menjadi “TOP NEWS” diberbagai Televisi Swasta Nasional.

Penulis, pada saat itu tidak berada di lokasi kejadian, hanya memperoleh berita dari stasiun TV Swasta Nasional yang telah dipercaya sebagai TV berita terbaik dan paling netral dalam menyampaikan beritanya, berikut kutipan berita yang sempat penulis rekam kembali dengan menggunakan HP Nokia 6300, dengan sari sebagai berikut :

“Suara ledakkan Bom ikan yang terdengar di kenagarian Muaro Pingai, sempat memancing emosi pemuda dan masyarakat Saniangbaka yang berkumpul diperbatasan kedua nagari, yang kemudian dapat diredam oleh pemuka masyarakat, namun karena kemudian suara ledakan yang sama kembali terjadi secara bertubi-tubi, menjadikan gejolak masa tidak terbendung (red : barangkali dianggap seolah-olah memperoleh pertentangan dari masyarakat Muaro Pingai), sehingga masyarakat Saniangbaka yang pagi itu memang sudah tersentral di perbatasan kedua nagari bergerak menuju nagari Muaro Pingai untuk melihat sumber suara ledakan yang sesungguhnya.. dan kejadian itu menjadi awal terulangnya kembali peristiwa perkelahian massa kenagarian Saniangbaka dengan kenagarian Muaro Pingai… ditengah pergerakan massa tersebut, masyarakat Muaro Pingai mencoba bertahan dengan menggunakan Bom Molotov, tetapi akhirnya terdesak dan justru akhirnya bom molotov yang telah mereka persiapkan menjadi api yang kemudian akan membakar belasan rumah warga Muaro Ingai… dan kembali mengubah citra kedua nagari kembali “TERKUBUR”.

Sebagai anak nagari, mungkin Harga diri, rasa berdiri pada pihak yang benar, menjadi pemicu semangat untuk mempertahankan semangat bela nagari dari seluruh masyarakat Saniangbaka yang tersentral di perbatasan, yang merasa diejek oleh suara ledakkan yang disengaja… namun kemudian berubah menjadi lautan emosi yang tidak lagi menjadi terkendali…!!

Peristiwa ini patut menjadi sesalan bagi kita bersama, kenapa peristiwa harus kembali terjadi..??? Bukankah kita sudah berusaha selama 5 tahun untuk menciptakan perdamaian..?? Dilain pihak, kenapa harus ada suara ledakkan bom ikan dan molotov, ditangah-tengah masyarakat bergotong royong dalam memperbaiki nagari…???

Memang penyesalan selalu datangnya terlambat…, masih mungkinkah perdamaian akan kembali terjadi, setelah semua peristiwa ini…??? Bagi kedua belah pihak mari kita sama-sama berfikir.. bagaimana kita akan menjalani hidup di kampung yang ternyata memang sudah sulit…kenapa harus dipersulit kembali dengan kejadian seperti ini… kita yakin saat ini, tidur kita tidak lagi nyeyak, tempat bekerja di sawah rasanya tidak lagi aman dan nyaman…!!!

Inikah mungkin pertanda bagi kita, bahwa ruh kehidupan beragama yang mengajarkan kita untuk bersabar, mulai semakin pudar, sehingga hanya emosi dan amarah yang dikedepankan…!!! Ingat saudaraku semua.. orang yang marah dan emosi akan sangat mudah dikendalikan oleh setan laknatullah…!!

Mari kita bersama-sama beristighfar atas apa yang telah terajadi, dana mohon ampunan dari yang maha kuasa, atas segala kerusakan dan kebinasaan yang telah dilakukan oleh manusia.

“Sunguh telah nyata, telah terjadi kerusakan dan kahancuran di darat dan di laut sebagai akibat dari ulah tangan manusia” (Alqur’an Surat Ar-Ruum : 41)

3 Tanggapan

  1. Ass. Maaf Mak etek, do sagetek ralat pada tanggal di kato “Pagi Kamis, 20 April 2008”, tapi 1 Mei 2008. Tarimo kasih beritanyo mak etek………….. “Allah selalu memperlihatkan yang benar itu benar, yakinlah akan janji Allah yang tidak pernah ingkar”

  2. ass.,. da kato IWS kupang.,. ado bupati nan tibo., tapi cuma mangutus pak camat
    masa’ lah ado pak camat ndak salasai juh da.,., da.,. namo wak wahyu.,. anak simpangraya d balaipanjang.,.,
    salam knal
    klu mau balas
    balas ka reboc_skater@yahoo.com ja da
    wa’alaikassalam wr wb

  3. selamat hari raya idul fitri mohon maaf lahir batin,untuk warga saniangbaka.

Tinggalkan komentar